BAB III
HUKUM PERDATA
3.1
Hukum Perdata Yang Berlaku di Indonesia
Hukum
Perdata adalah berbagai peraturan yang mengatur tentang berbagai hak-hak antar
individu dalam hidup masyarakat.Hukum perdata disebut pula hukum privat atau
hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Bila hukum publik mengatur hal-hal
yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum misalnya politik dan
pemilu, hukum tata negara, kegiatan pemerintahan sehari-hari maka hukum perdata
mengatur hubungan antara seperti misalnya, perkawinan, perceraian, kematian,
pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya.
Hukum
Perdata di Indonesia. Seperti tercatat di sejarah, Indonesia pernah di jajah
Belanda sampai berabad lamanya, hal itu mempengaruhi banyak aspek dasar bernegara
di Indonesia, termasuk aspek hukumnya. Hingga saat ini peraturan mengenai hukum
perdata yang berlaku di Indonesia masih mengacu pada Hukum Perdata Barat
(Hindia Belanda) yang berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
aslinya berbahasa Belanda yang disebut Burgerlijk Wetboek (BW). Sebagian
materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI,
misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU Kepailitan. Walaupun
Indonesia sudah merdeka, KUH Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku
berdasarkan pada aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945 yaituSegala Badan
Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan
yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Kitab undang-undang hukum perdata (KUHPer) terdiri dari empat bagian,
yaitu:
·
Buku I tentang Orang;
Mengatur tentang hukum perseorangan dan
hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang
dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan
seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan
hilangnya hak keperdataan
·
Buku II tentang Kebendaan;
Mengatur tentang hukum benda, yaitu
hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan
dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan.
·
Buku III tentang Perikatan;
Mengatur tentang hukum perikatan (atau
kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai
makna yang berbeda)), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban
antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis
perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan)
undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian).
·
Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian;
Mengatur hak dan kewajiban subyek hukum
(khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum
perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
3.2
Sejarah Singkat Hukum Perdata
Dilihat dari
sejarahnya hukum perdata yang berlaku di Indonesia terkait dengan hukum perdata
bangsa Eropa. Berawal dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental yang
menggunakan Hukum Perdata Romawi sebagai hukum asli dari negara-negara di
Eropa, tapi selain itu juga memberlakukan Hukum Tertulis dan Hukum Kebiasaan
Setempat, oleh karena itu hukum di Eropa tidak berjalan sebagai mana mestinya,
karena tiap-tiap daerah memiliki peraturannya masing-masing.
Karena hukum tidak
seragam dan berlaku sesuai dengan daerah masing-masing maka pada tahun 1804
Napoleon menghimpun satu kumpulan peraturan dibagi menjadi dua kodifikasi yang
pertama bernama “Code Civil des Francais” yang juga disebut “Code Napoleon” dan
yang kedua tentang peraturan-peraturan yang belum ada di Jaman Romawi anatara
lain masalah asuransi, wessel, badan hukum dan perdagangan yang akhirnya dibuat
kitab undang-undang hukum tersendiri dengan nama “Code de Commerce”
Sewaktu Bangsa
Perancis menjajah Bangsa Belanda (1809-1811), Raja Lodewijk Napoleon menetapkan
“Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland” yang isinya mirip
dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon” untuk dijadikan sumber
Hukum Perdata di Belanda (Nederland). Setelah penjajahan berakhir pada tahun
1811 dan Belanda dinyatakan bersatu dengan Perancis, Code Civil des Francais
atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda sampai 24 tahun kemerdekaannya.
Untuk selanjutnya
Belanda mulai memikirkan dan membuat kodifikasi dari Hukum Perdatanya
sendiri. Pada tahun 1814.Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda
yang dibuat oleh .J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper namun sayangnya
kemper meninggal dunia di tahun1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan
dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Akhirnya hukum tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan
dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 yaitu
Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek van Koophandle (WVK), keduanya adalah
produk nasional asli negara Belanda namun isi dan bentuknya sebagian besar sama
dengan code Civil des Francais dan Code de Cmmerce.
Sebagaimana di kutip
dalam sejarah, bahwa Indonesia pernah di jajah Belanda sampai 2,5 abad lamanya
sehingga hal tersebut mempengaruhi hukum awal yang diberlakukan di Indonesia,
sehingga sampai Indonesia merdeka hukum yang berlaku di Indonesia masih mengacu
pada hukum yang pertama kali diterapkan oleh Belanda.
Dan pada tahun 1948
kedua kodifikasi tersebut di berlakukan di Indonesia berdasar azas koncordantie
(azas politik hukum) yang sampai saat ini kita kenal dengan KUH Sipil (KUHP)
atau Burgerlijk Wetboek (BW) dan KUH Dagang atau Wetboek van Koophandle (WVK).
3.3
Pengertian
& Keadaan Hukum Di Indonesia
1)
Pengertian
Hukum perdata adalah
hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum
perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga
dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana. Pengertian hukum privat (hukum
perdana materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur
hubungan antar perorangan didalam masyarakat dalam kepentingan dari
masing-masing orang yang bersangkutan. Selain ada hukum privat materil, ada
juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata)
atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang
mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan
perdata.
2)
Keadaan Hukum Di Indonesia
Mengenai keadaan
hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih
beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain:
1.
Faktor Etnis
2.
Faktor hysteria yuridis
yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam
3 golongan yaitu:
a.
Golongan eropa
b.
Golongan bumi putera
(pribumi/bangsa Indonesia asli)
c.
Golongan timur asing
(bangsa cina, india, arab).
Untuk golongan warga
Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian
dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta
benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang
mengenai hukum warisan. Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda
terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya
terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai
berikut :
1.
Hukum perdata dan dagang
(begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana
harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di kodifikasi).
2.
Untuk golongan bangsa
eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai
azas konkordasi).
3.
Untuk golongan bangsa
Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka
menghendakinya.
4.
Orang Indonesia asli dan
timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama
dengan suatu bangsa eropa.
5.
Sebelumnya hukum untuk
bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum yang
berlaku adalah hukum adat.
3.4
Sistematika Hukum Perdata di Indonesia
1)
Buku I tentang Orang(van persoonen)
Hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status
serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan
mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan,
perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk
bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak
berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
2)
Buku II tentang Kebendaan(van zaken)
Mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban
yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan,
waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud
yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu);
(ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang
dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud
(misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan
dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
tentang hak tanggungan
3)
Buku III tentang Perikatan(van
verbintennisen)
Mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga), yaitu hukum yang
mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan,
antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang
timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya
perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus
untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai
sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa
dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
4)
Buku IV tentang Daluarsa dan
Pembuktian(van bewijs en verjaring)
Mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya
batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata
dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar